Selasa, 24 Mei 2011

Sebuah komunikasi inter puisi Antara tanya dan jawab

Ya Rabb telah kutemukan tenunan makna dibawah selimut udaraMu
Dan Engkau pastilah tahu tenunan itu belumlah sempurna
Tak pandai diriku menyambung rajutannya, karena mungkin kelemah lembutan
Yang dibutuhkannya, aku tak bisa berlemah lembut seperti putri, aku bahkan tak pandai sekedar memintal benang, bodohkah aku, Rabb
Besok adalah pagi, dan besoknya lagi adalah pagi, begitu seterusnya, waktu akan berulang dan berulang, dan matahari akan terbit, dan terus terbit tapi entahlah
Diri ini selalu takut memaknai hidup, Bodohkah Aku, Rabb
Jika alam ini tak pernah lelah mengabdi, maka mestinya akupun tak lelah mengabdi, jika pengabdian mereka adalah cinta padaMu, maka demikian pulalah hambaMu ini, tapi hamba hanya tinggal gemetar tak berdaya terkurung dalam kebimbangan, Bodohkah hamba, Rabb...
Annahl_05 Via Nurkasih


Padanya aku mengemis bunga yuang mengharum di dalam hati, banyak telah diberikannya kepadaku, dan dia memiliki lebih banyak lagi, jauh lebih banyak, dan aku ingin mendapatkan jauh lebih banyak pula. Ia pun mau beri lebih banyak lagi, tapi aku pun harus bermodal, untuk pembayar bunganya.... Dengan apa? Dengan apa aku harus aku bayar?...
Dan terdengarlah suara sangat syahdu dari mulutnya: “ Berpuasalah sehermal dan sementara itu jaga terus di dalam kesunyian
Habis malam terbitlah terang,
Habis badai datanglah damai,
Habis juang sampailah menang,
Habis duka tibalah suka.
Demikian berdesah lagu itu pada kupingku.
Inilah makna, isi, yang terkandung dalam kata-kata wanita tua itu. Puasa dan jaga adalah lambang, dengan jalan melewati penderitaan, penanggungan, renungan, sampai kepada terang!” Tiada terang yang tiada didahului oleh gelap... mengendalikan diri adalah kemenangan jiwa atas tubuh kita; kesunyian adalah jalan ke arah pemikiran.
“Barang siapa tidak berani, dia tidak bakal menang; itulah semboyanku! Maju!
Semua harus dimulai dengan berani!
Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia!”
_Kartini via Pramoedya Ananta Toer











Dear my diarinik

Hari-hari telah berlalu... tanpa terasa telah sebulan aku menjadi sarjana, meninggalkan kenangan-kenangan bangku kuliah, dan saatnya kini bersandar pada kearifan kehidupan untuk bertahan mengejar cita-citaku, dibilik-bilik realita hari ini hanya tampak cita yang besar seperti gunung fuji jepang, berharap kelak bisa meraihnya hingga lelah tak terasa menyiksa, baru 2 hari bertualang dengan kenyataan aku sudah sakit... berpanasan seperti mandi di tengah hari membuatku kembali terbaring lemah tak berdaya, ditambah flu berat yang membuatku tak bisa bernafas sempurna, entah aku begitu menikmatinya dan setiap malam imsomniaku semakin parah, menu lengkap yang harus aku nikmati, bersyukur sakitku ini kurasa nikmat yang indah disela tawaku mengisi waktu dengan nonton film selalu saja menyelinap hasrat dan harapan besar tentang sebuah cita yang kusimpan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar